Habib Syarief Muhammad: Segera Benahi Soal Fundamental Pendidikan Tinggi di Indonesia
Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief Muhammad di sela-sela Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X dengan beberapa pimpinan perguruan tinggi dan sivitas akademika di Gedung Nusantara I, DPR RI. Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024). Foto : Runi/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief Muhammad menyoroti sejumlah isu fundamental yang dihadapi oleh perguruan tinggi di Indonesia.
Isu-isu tersebut ia sampaikan saat ditemui oleh Parlementaria di sela-sela Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X dengan beberapa pimpinan perguruan tinggi dan sivitas akademika di Gedung Nusantara I, DPR RI. Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Hadir dalam RDPU tersebut, yakni Pimpinan Universitas Indonesia, Pimpinan Institut Teknologi Bandung, Pimpinan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Pimpinan Eksekutif Center for Innovation Policy and Governance (CIPG), Pimpinan Forum Direktur Politeknik Negeri Se-Indonesia, dan Perwakilan Serikat Pekerja Kampus.
Pertama, ia menilai kualitas riset Indonesia belum mampu bersaing di dunia internasional, bahkan termasuk di kawasan ASEAN. Menurutnya, peneliti Indonesia memiliki potensi besar untuk menghasilkan riset yang inovatif namun tidak didukung oleh pemerintah Indonesia melalui regulasi yang dilahirkan.
"Kemajuan suatu negara juga harus ada dana riset yang memadai, dan hasil riset yang baik harus diakui masyarakat Indonesia, termasuk juga pemerintah. Namun, kenyataannya banyak peneliti yang justru memilih bekerja di luar negeri karena di sana mereka dihargai dan memiliki gaji yang lebih layak," terang Habib.
Kedua, terkait ketidakadilan pemerintah yang hingga kini belum memberikan gaji dan tunjangan layak untuk dosen dan tenaga pendukung perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Berdasarkan laporan yang ia terima, satu di antaranya adalah pemerintah belum mengimplementasikan Permendikbud Ristek Nomor 44 Tahun 2024 tentang Profesi, Karier, dan Penghasilan Dosen.
Sehingga, selama 4 tahun terakhir, sebutnya, para dosen yang berada di bawah naungan Kemendikbudristek belum memperoleh tunjangan kinerja (Tukin). Adanya laporan ini menandakan pemerintah memberikan ekspektasi yang besar terhadap dosen dan tenaga pendukung namun belum diiringi dengan kemampuan memberikan take home pay yang layak.
“Kontribusi dosen kerap hanya dipandang sebelah mata, padahal mereka memiliki kontribusi besar dalam membangun pendidikan bangsa,” tegasnya.
Turut memperjuangkan, Politisi Fraksi PKB itu mendukung adanya rencana peningkatan kesejahteraan dosen beserta tenaga pendukung demi mendorong kemajuan pendidikan. "Saya berharap gaji guru dan dosen benar-benar diperhatikan. Jika tiga langkah ini, yaitu alokasi anggaran yang tepat, pemilihan menteri yang kompeten, dan kesejahteraan guru serta dosen , dapat berjalan dengan baik, saya yakin pendidikan Indonesia akan mengalami perubahan yang positif," ucapnya.
Menutup pernyataannya, di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, Habib berharap bisa membawa perubahan signifikan terutama di sektor perguruan tinggi. Ia pun menekankan pentingnya anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN untuk benar-benar dimanfaatkan untuk dunia pendidikan, bukan disebar ke untuk program yang tidak relevan dengan pendidikan.
“Setiap aspirasi dan masukan yang saya peroleh hari ini penting bagi kebijakan pendidikan nasional. Saya harap ada perbaikan mendasar di sektor pendidikan tinggi segera terjadi di pemerintahan baru ini,” tandas legislator daerah pemilihan Jawa Barat I itu. (um/rdn)